Salahsatu lukisan Basuk Abdullah berjudul " Diponegoro memimpin pertempuran " media lukisan cat minyak diatas canvas, ukuran 150cm X 120cm, dibuat tahun 1940 4. HENDRA GUNAWAN ( Bandung 1918 – 1983 ) Hendra Gunawan lahir di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1918, dan Wafat di Denpasar, Bali. 17 Juli 1983. Hendra Gunawan adalah
Padatangal 30 Juli 1826 Pasukan Diponegoro memenangkan pertempuran di dekat Lengkong dan tanggal 28 Agustus 1826 di Delanggu. Damang Laman menyerah dan Pangeran Hidayatullan tertangkap alalu dibuang ke Cianjur namun Pangeran Antasari tetap memimpin perlawanan bahkan ia diangkat oleh rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan gelar
Media: Cat Minyak pada Kanvas Judul : Diponegoro Memimpin Pertempuran Tahun Pembuatan : 1940. Dimensi Karya :150 cm x 120 cm Pada lukisan ini Pangeraan Diponegoro sedang menunggangi kuda yang berlari kencang dengan nenunjukkan jari tangan kanannya kearah samping dan tangan kirinya memegang tali pada kuda dengan tatapan mata yang tajam.
Padamasa pemerintahan Sultan Mahmud Bharudin, beliau beberapa kali memimpin pertempuran melawan Belanda dan Inggris salah satunya yaitu Perang Menteng. Pada saat Batavia berhasil diduduki pada tahun 1811, Sultan Mahmud Baharudin tepat tanggal 14 Mei 1811 berhasil membebaskan kota Palembang dari cengkraman Belanda.
Karyaseni rupa ini tidak punya ruang karena tidak memiliki ketebalan atau ketinggian. Selain menyediakan berbagai kebutuhan seperti makanan air dan oksigen alam juga. 33+ Gokil Abis Gambar Dua Dimensi Gelas Pembahasan kali ini tentang gambar 2 dimensi dengan judul 23+ gambar 2 dimensi beserta kritikannya, paling keren!. Lukisan 2 dimensi
Banyaklukisan hasil karyanya yang dikenal baik di Indonesia maupun luar negeri seperti lukisan dalam sinar bulan Diponegoro memimpin pertempuran IrSoekarno Fajar Nyai Loro Kidul
nqkHU. Menarik sekali. Pernah dengar pernyataan bahwa penulisan sejarah itu subjektif, tergantung penulis dan pemerintah siapa yg sedang berkuasa menyangkut kepentingan penguasa ? Mungkin pernyataan tersebut bisa kita lihat pada dua lukisan yang mencoba menggambarkan peristiwa ditangkapnya Pangeran Diponegoro oleh belanda pada tahun 1830 wikipedia. Ceritanya gini, Nicolas Pieneman, pelukis kebangsaan Belanda, lebih dulu bikin lukisan yang menggambarkan peristiwa tersebut. Dalam lukisannya peristiwa tersebut digambarkan seperti ini. Digambarkan posisi berdiri Pangeran Diponegoro, ekspresi dan posisi orang2 Belanda entah Jenderal De Kock tuh yg mana, dan latar tempat seperti ya seperti itu. Lalu entah tahun berapanya, pokonya setelah lukisan Nicolas Pieneman tsb dibuat, Raden Saleh membuat lukisan dengan objek yang “sama”, saingannya ceritanya. Lukisannya seperti ini. Bila kita lihat lebih dalam, kedua lukisan tersebut mencoba menggambarkan peristiwa yg sama, eh tapi ternyata memiliki perang dinginnya sendiri, berikut analisanya yg diambil dari sini. Lukisan Pieneman berjudul De Onderwerping Van Diepo Negoro’ atau Penaklukan Diponegoro’, sementara Raden Saleh memberi judul Die Gefangennahme Diepo Negoros’ atau Penangkapan Diponegoro’. Bagi Raden Saleh, Diponegoro bukanlah seorang pejuang yang dapat ditaklukkan. Dia adalah korban pengkhianatan dan korban tindakan curang dari Belanda. Lukisan Raden Saleh The Arrest of Pangeran Diponegoro’ merupakan karikatur dan bukti dari pahitnya kekuasaan penjajah Belanda. Dalam versi Pieneman, Pangeran Diponegoro ditempatkan satu tingkat lebih rendah dibandingkan de Kock. Saleh menempatkan orang orang Jawa sejajar. Terkait dengan posisi De Kock, Diponegoro berdiri di sebelah kanannya, sedangkan Kepala Komandan Belanda berdiri di sebelah kiri, yang di dalam budaya Jawa disimbolkan sebagai tempat untuk perempuan. Ini juga menunjukkan bahwa pejabat Belanda ini menempati posisi kedua. Dalam versi Raden Saleh, Diponegoro tidak ditunjuk untuk memasuki kereta kuda namun diundang oleh seorang De Kock yang tampak tidak berdaya. Perbedaan mendasar lainnya, pada lukisan Pieneman dan Raden Saleh adalah penafsiran dari dua pelukis yang berbeda yang melihat drama ini dengan cara pandang yang berbeda pula. Sementara Pieneman membuat lukisannya dari arah barat daya, Raden Saleh membuatnya dari arah tenggara. Pieneman memperlihatkan adanya tiupan angin dari barat sering terjadi di Belanda yang membuat bendera Belanda terlihat berkibar secara dinamis. Dalam karya Raden Saleh, cuaca terlihat lebih tenang. Seolah-olah alam semesta menahan nafasnya, tidak ada daun yang bergoyang maupun bendera yang berkibar. Raden Saleh bahkan melupakan adanya bendera Belanda sama sekali. Yang menarik juga adalah perbedaan keadaan Pangeran Diponegoro di kedua lukisan. di milik Pienemaan, Pangeran Diponegoro menggunakan jubahnya sementara di lukisan Raden Saleh, Pengeran Diponegoro melepas jubahnya. hal ini kemudian dapat menggambarkan mitos yang selam ini beredar mengenai kesaktian jubah Pangeran Diponegoro. saat perundingan terjadi, yang tentu di dalam ruangan, maka semua orang harus melepaskan jubah atau pakaian luar. termasuk Pangeran Diponegoro. senjata Pangeran yang satu ini dilucuti, maka menjadi lemah lah beliau dan dengan mudah dapat ditangkap oleh Belanda yang licik yang memanfaatkan karib Pangeran. Data menarik lainnya mengenai lukisan Raden Saleh Penangkapan Diponegoro’ adalah bahwa kepala dari pejabat pejabat Belanda dilukis lebih besar dari ukuran yang seharusnya. Katanya hal ini mencoba menggambarkan perilaku penjajah Belana yang besar kepala, ada juga yg bilang kepalanya digambarkan besar untuk menggambarkan penjajah Belanda sebagai monster. Ya seperti itulah realita “penulisan” sejarah itu, ada kecenderungan “penulisnya” kepada pihak2 terntentu. Kasarnya, bila dulu Belanda berhasil menguasai Indonesia, mungkin lukisan karya Nicolas Pieneman lah yang sekarang disimpan di Museum Istana Jakarta. Nah, sekarang, apakah ada “lukisan2 orang luar” yang beredar di media massa nasional? Apakah juga ada orang yang mengaku sebagai rakyat Indonesia dan sering “memberi nasihat” tentang nasionalisme, yang menjadi “pengagum” “lukisan2 orang luar” ??? Posted in Menarik Sekali Tags belanda, jendral de cock, lukisan, lukisan penangkapan diponegoro, pangeran diponegoro, raden saleh, sejarah, subjektif
- Perang Diponegoro yang berlangsung antara 1825-1830 termasuk salah satu perlawanan besar yang harus dihadapi Belanda semasa pendudukannya di Indonesia. Pasalnya, pertempuran yang bermula di Yogyakarta ini meluas ke banyak daerah di Jawa hingga sering disebut sebagai Perang Jawa. Perlawanan Diponegoro terhadap Belanda berkobar setelah Belanda menanam patok-patok jalan di atas makam leluhur Pangeran sebelum insiden tersebut, Belanda juga telah melakukan serangkaian aksi yang memicu kemarahan Pangeran Diponegoro. Perang Diponegoro berakhir setelah lima tahun, dengan dampak yang sangat serius bagi belakang Perang Diponegoro Memasuki abad ke-19, keadaan di Surakarta dan Yogyakarta semakin memprihatinkan karena intervensi Belanda terhadap pemerintah lokal sering kali memperburuk perselisihan yang ada di lingkungan kerajaan. Campur tangan pihak kolonial juga membawa pergeseran adat dan budaya keraton yang tidak sesuai dengan budaya nusantara. Selain itu, dominasi Belanda telah membuat rakyat menderita karena dijadikan sebagai objek pemerasan. Pasalnya, para petani tidak dapat mengembangkan hidupnya karena harus menjadi tenaga kerja paksa. Beban mereka pun semakin berat karena diwajibkan untuk membayar berbagai macam pajak. Melihat penderitaan rakyat akibat kekejaman Belanda, Pangeran Diponegoro tidak mau tinggal diam.
- Nama pelukis terkenal asal Indonesia, Basoeki Abdullah menjadi perbincangan di media sosial sejak beberapa hari terakhir. Cucu dokter Wahidin Sudirohusodo, seorang tokoh sejarah Kebangkitan Nasional Indonesia, pada awal 1900-an ini menjadi sorotan setelah karyanya melukis sejumlah tokoh pahlawan nasional- Salah satu yang mengudang decak kagum ialah lukisan Pangeran Diponegoro sambil menunggang kuda yang banyak ditemukan pada sejumlah buku pelajaran anak. Namun mungkin tak banyak yang tahu jika lukisan tersebut merupakan imajinasi Basoeki Abdullah. Tentu tidak semua lukisan karya Basoeki Abdullah apalagi tokoh pahlawan nasional merupakan imajinasinya. Lukisan Pangeran Diponegoro di atas kuda merupakan salah satu karya Basoeki Abdullah yang dibuat dengan berdasarkan imajinasinya saat proses melukisnya. Basoeki Abdullah pelukis terkenal asal Indonesia sekaligus cucu dokter Wahidin Sudirohusudo, tokoh kebangkitan nasional. Visualisasi Pangeran Diponegoro menaiki kuda yang berlari tampak terlihat nyata dan seolah-olah saat itu Basoeki Abdullah hadir disana dan melukis peperangan tersebut. Tentunya saat itu Basoeki Abdullah tidak berada di lokasi terjadinya perang tersebut. Terlebih lagi dalam mereka paras Sang Pangeran. Kemungkinan citra-citra tersebut ditangkap dan disampaikan dalam kanvas karena sebagai keturunan Kerajaan Mataram, Basoeki Abdullah, yang semasa kecil hidup di lingkungan kesultanan Yogyakarta dan Surakarta , mendapatkan cerita dan penggambaran sosok Pangeran Diponegoro dari lingkungan dua istana tersebut lebih daripada masyarakat umum saat itu. Sebagai sebuah karya, lukisan Diponegoro Memimpin Pertempuran ini terasa begitu heroik. Sehingga menimbulkan semangat kebangsaan saat meresapinya. Gestur tubuh Pangeran Diponegoro dengan keris, sebuah senjata tradisional asli Indonesia yang terpampang di tubuh bagian depan Sang Pangeran menyiratkan suatu keyakinan, keteguhan, dan tujuan yang jelas dalam peperangan tersebut, yakni berani menentang dan dan mengenyahkan penjajahan yang dilakukan Belanda di Pulau Jawa Indonesia. Cita-cita tersebut juga turut dipertegas dengan pakaian ulama berwarna putih bersih yang dikenakan Pangeran Diponegoro, yang menyimbolkan niat mulia dan hati yang bersih dalam memimpin perjuangan dalam pertempuran melawan Belanda. Baca juga Atta Halilintar Ingin Beli Lukisan Raden Saleh Milik YouTuber Nomor 1 di Bali
Lukisan Diponegoro Memimpin Pertempuran, karya Basoeki Abdullah Sumber Lukisan Arang Pangeran Diponegoro, karya Adrianus Johanes BikSumber Lukisan De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenantgeneraal baron De Kock Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal De Kock, karya Nicolas PienemanSumber Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, karya Raden SalehSumber Lukisan Babad Kedung Kebo, peristiwa penamparan selop Patih Danurejo III oleh Pangeran Diponegoro, akibat penyalahgunaan wewenang & korupsi penyewaan tanah Kraton YogyakartaSumber Sisi Lain Diponegoro, Babad Kedung Kebo dan Historiografi Perang Jawa, Peter Carey, Kepustakaan Populer Gramedia, hal 17 Wayang Kulit BPH Diponegoro &kuda kesayangan, Kyai Gentayu Lukisan Babad Kedung Kebo, peristiwa pertempuran/penyerbuan Belanda ke nDalem Tegalrejo,kediaman Pangeran Sisi Lain Diponegoro, Babad Kedung Kebo dan Historiografi Perang Jawa, Peter Carey,Kepustakaan Populer Gramedia, hal 160-161 Lukisan Pasukan Kita yang Dipimpin Pangeran Diponegoro, karya S. Patung Diponegoro, Alun-Alun Magelang, Jawa TengahSumber Patung Diponegoro, Area Monumen NasionalMonas JakartaSumber Taman Diponegoro, Menteng, JakartaSumber Twitter waxhaus Patung Diponegoro, Goa Selarong, Bantul, DIYSumber Sumber Judul Begraafplaats met het graf van Diponegoro in Makassar circa 1930 Keterangan pemakaman dengan latar belakang pusara BPH Diponegoro dan Retnaningsih di Makassar sekitar tahun 1930.
Lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" karya Raden Saleh Syarif Bustaman, pada 1857. PADA 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap Jenderal de Kock di Magelang. 27 tahun kemudian, pelukis Raden Saleh Syarif Bustaman 1807/1811-1880 melukiskan kisah penangkapan itu Diponegoro yang berdiri dikelilingi pengiringnya mendongakkan kepalanya ke arah pejabat Belanda. Baca juga Roto, Jenaka Pengiring Diponegoro Menurut kurator Jim Supangkat, lukisan Penangkapan Diponegoro yang dihadiahkan kepada Raja Belanda, Willem III, mengandung kritik tersembunyi tentang politik kolonial yang tidak etis atas penangkapan Diponegoro. Lukisan tersebut dikembalikan kepada pemerintah Indonesia pada 1979. Lukisan ini direstorasi oleh studio konservasi seni GRUPPE Köln di Cologne, Jerman, di bawah pimpinan Susanne Erhard. Sebelum direstorasi, lukisan tersebut dalam keadaan kusam dan beberapa cat mengelupas. “Bahkan suatu ketika cat yang mengelupas ini pernah dicat kembali secara serampangan oleh kurator istana,” kata Jim Supangkat dalam konferensi pers pameran “Aku Diponegoro Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa dari Raden Saleh hingga Kini”, di Galeri Nasional Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat 6/1. Penangkapan Diponegoro merupakan salah satu lukisan yang akan dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia di Jl. Medan Merdeka Timur No 14 Gambir, Jakarta Pusat, pada 6 Februari-8 Maret 2015. Pameran ini merupakan kelanjutan dari pameran “Raden Saleh dan Awal Lukisan Indonesia Modern” pada 2012. Baca juga Raden Saleh "Pulang Kampung" Pameran kali ini dibagi tiga bagian, masing-masing menampilkan pendekatan tersendiri terhadap sosok Diponegoro. Selain lukisan Penangkapan Diponegoro, ditampilkan juga sejumlah lukisan potret Diponegoro karya seniman ternama Indonesia seperti Soedjono Abdullah, Harijadi Sumodidjojo, Basuki Abdullah, Sudjojono, dan Hendra Gunawan. “Lukisan penting ini harus dianggap sebagai Diponegoro an-sich Diponegoro klasik, karena lukisan tersebut telah banyak disebarluaskan dan digunakan sebagai model untuk hampir semua peringatan Diponegoro di Indonesia,” ujar kurator dan antropolog Werner Kraus dalam keterangan tertulisnya. Bagian kedua dipamerkan karya-karya para seniman seperti Srihadi Soedarsono, Heri Dono, Nasirun, dan Entang Wiharso yang memberikan pendekatan kontemporer kepada sosok Diponegoro. “Paling tidak akan ada 20 karya yang akan ditampilkan. Beberapa masih dalam proses negosiasi peminjaman baik ke beberapa kolektor atau kepada pemerintah,” kata Jim Supangkat. Bagian ketiga menghadirkan karya-karya seni low art seni keseharian atau seni rakyat/populer yang berkaitan dengan Diponegoro seperti fotografi, lukisan pada kaca, patung kayu, kartu, lukisan batik, komik, t-shirt, poster-poster politis, dan uang. “Dengan demikian,” tulis Kraus, “kami menantang tradisi yang cenderung menciptakan jurang pemisah antara seni kelas tinggi’ dan sehari-hari’.” Pameran ini juga akan menayangkan dokumentasi foto dan video restorasi lukisan Penangkapan Diponegoro. “Juga akan diadakan semacam workshop singkat mengenai teknik restorasi lukisan saat pameran digelar,” ujar Rizki Lazuardi, manajer teknis pameran dari Goethe Institute. Pameran ini menjadi lebih menarik karena ada ruangan untuk memamerkan artefak peninggalan Diponegoro jubah putih, pakaian khas saat berperang, tombak pusaka, pelana kuda, tempat tidur, dan kursi yang dipakai di rumah residen Kedu. “Kami menganggap ruangan ini sebagai pusat spiritual pameran,” tulis Kraus. Sejarawan sekaligus kurator Peter Carey mengatakan, dengan pameran ini tugasnya sudah sampai ke “ujung jalan.” “Pameran ini akan menjadi tindakan publik terakhir saya sehubungan dengan panggilan saya sebagai penulis biografi Sang Pengaran,” kata Carey yang menghabiskan separuh hidupnya untuk meneliti dan menulis sejarah Diponegoro. Carey menilai pameran ini berhasil “jika dapat menghidupkan bahkan sebagian kecil dari kemanusiaan dan kearifan Diponegoro dan cara bagaimana karakter Sang Pangeran diingati oleh rakyat kebanyakan sepanjang abad sesudah wafatnya pada 8 Januari 1855.”
lukisan diponegoro memimpin pertempuran